Jangan Jadikan Agama Sekadar Simbol

Bagikan Keteman :


Pernahkah kita merenung, untuk siapa sebenarnya ibadah yang kita lakukan setiap hari? Untuk siapa shalat kita, puasa kita, sedekah kita, bahkan haji yang sudah kita tunaikan? Apakah semua itu hanya menjadi rutinitas yang kita jalankan tanpa penghayatan, sekadar kewajiban agar kita terlihat “baik” di mata manusia?

Fenomena yang kini kita saksikan di tengah masyarakat begitu memprihatinkan. Agama seolah hanya menjadi hiasan lahiriah. Kita beribadah dengan rajin, tetapi di saat yang sama kita tidak malu melakukan apa yang dilarang Allah. Bahkan ada yang melakukannya secara terbuka, seolah sudah biasa. Lebih menyedihkan lagi, hal ini tidak jarang dilakukan oleh mereka yang berpendidikan tinggi, yang seharusnya menjadi teladan bagi banyak orang.

Ibadah yang Tidak Mengubah Diri

Shalat yang kita lakukan lima kali sehari seharusnya mencegah kita dari perbuatan keji dan mungkar. Namun, mengapa setelah shalat kita masih bisa berdusta? Mengapa kita masih bisa berbuat curang? Bukankah puasa seharusnya melatih kita untuk menahan diri dari yang haram? Tetapi mengapa kita masih bisa menyakiti orang lain dengan perkataan dan perbuatan?

Apakah ini pertanda bahwa ibadah kita hanya sampai pada gerakan dan rutinitas, belum menyentuh hati yang terdalam?

Ketika Gelar Tak Lagi Membawa Malu

Ada yang sudah menyandang gelar haji, tetapi tetap terlibat dalam praktik yang jelas dilarang agama. Ada yang dikenal sebagai tokoh agama, tetapi masih gemar melakukan kecurangan dan suap. Bukankah seharusnya gelar haji itu membuat kita semakin takut kepada Allah, bukan justru menjadi kebanggaan sosial semata?

Rasulullah ﷺ pernah bersabda:

“Jika engkau tidak punya rasa malu, maka lakukanlah sesukamu.” (HR. Bukhari)

Hilangan rasa malu kepada Allah adalah tanda bahaya. Ketika dosa dilakukan secara terbuka dan dianggap biasa, itu berarti hati kita sedang sakit.

Cermin untuk Diri Sendiri

Mari kita bercermin pada diri masing-masing. Jangan-jangan selama ini kita hanya mengenakan agama di permukaan. Kita beribadah dengan khusyuk di masjid, tetapi begitu keluar kita mudah memfitnah atau berprasangka buruk. Kita membaca Al-Qur’an dengan lancar, tetapi masih mencari-cari jalan pintas yang curang dalam pekerjaan.

Pertanyaan yang harus kita tanyakan kepada diri sendiri:

  • Apakah ibadah yang saya lakukan benar-benar membuat saya lebih jujur dan berakhlak baik?
  • Apakah saya takut kepada Allah ketika tidak ada yang melihat saya?
  • Apakah saya lebih memikirkan pandangan manusia daripada pandangan Allah?

Menghidupkan Kembali Ruh Agama

Agama bukan sekadar rutinitas atau identitas sosial. Ia adalah cahaya yang seharusnya menuntun setiap langkah kita. Kita harus menghidupkan kembali ruh agama dalam hati:

  1. Luruskan niat bahwa ibadah hanya untuk Allah, bukan untuk dipuji orang.
  2. Jadikan setiap ibadah sebagai sarana memperbaiki diri, bukan sekadar kewajiban.
  3. Berani menegur diri sendiri sebelum menegur orang lain.
  4. Saling mengingatkan dengan penuh kelembutan agar kita tidak saling terjerumus.

Penutup: Renungan untuk Kita Semua

Mungkin kita bisa menipu pandangan manusia dengan penampilan religius, tetapi kita tidak akan pernah bisa menipu Allah. Ia Maha Melihat apa yang ada di hati kita.

Mari kita jujur pada diri sendiri. Jangan biarkan agama yang kita jalankan hanya menjadi simbol tanpa makna. Jangan sampai ibadah yang kita lakukan setiap hari hanya menjadi rutinitas kosong, sementara hidup kita masih jauh dari ajaran yang kita ucapkan.

Hari ini, sebelum kita kembali beribadah, tanyakan pada diri sendiri: Apakah saya benar-benar mendekat kepada Allah atau hanya sekadar terlihat baik di mata manusia?


By: Andik Irawan j

Related posts

Leave a Comment